Monday, August 5, 2013

40 Years (Old)

Last 8 July was my 40 years old anniversary. Many people said "life begins at 40". Then i ask myself: begins what?. My husband gave me a t-shirt: it is age of perfection. Then i ask him: realy?. The end of that day, finally i found the rigth answer for me. After one day spending by walking around in Paris just like a tourist: lunch at the resto, ice cream at ile de la cite, bateau mouche, nachos. Simple. Only with my hubby and my son. No such a big party like my 20 or 30. No crowded. But i was happy. Thinking about the fact that my life far away from perfect.. Then i relies that my forty "life begins simplier and more realistic".

Belajar kota kasa sulit

Menginjak 6 tahun, anak saya mulai belajar kosa kata yang sulit. Sebenernya dia belajar terus, tetapi di usia ini, dia terlihat tertarik untuk mengetahui arti-arti kata yang tidak dimengerti. Dia banyak bertanya 'artinya apa?'. Nahhh, ini yang membuat dia menarik untuk dikerjaii. *hehe, emak teladan*

Matheo: sakit perut (pulang dari main di taman).
Papa: masak sih?
Matheo: enggak deng, sakit kepala.
Papa: sakit apa dong yang bener?
Matheo: sakit perut, kepala dan gigi.
Papa: (melihat tampang si anak, nggak terlalu sakit). Mungkin itu karena emosi setelah berhasil manjat tali sampai tinggi. Peut-être c'est l'émotion!
Matheo: Oui. c'est l'émotion! (katanya yakin)
beberapa detik setelahnya.. Matheo: tapi apa itu artinya emotion?
Emak sambil ngebatin 'yeeehhh, kalau nggak tahu, kenapa juga tadi yakin banget gitu haha'

Matheo berhasil gambar hidung orang dengan ada bolongannya segala.
Mama: Papa, lihat dia berhasil bikin gambar orang dengan hidung yang begini.
Matheo: iya tadi belajar di sekolah. aku lihat ada contoh cara bikin hidung.
Mama: hebat. gambarmu berevolusi. (ton dessin est bien evolu)
Matheo: apa itu evolu (c'est qoui evolu)
Mama: evolution
Matheo: c'est qoui?
Mama: (mikir) amelioré (meningkat)
Matheo: c'est quoi amelioré?
Mama: (mikir) tu fait progrés (kamu ber-progres)
Matheo: c'est qoui progrés? (diam bentar, terus ketawa). je plaisance. je sais fait progrés (becanda, gue tahu artinya progres)
Mama. (pake bahasa indonesia) oh tahu ya...
Matheo: (pake bahasa indonesia) bukan bau mama.
Mama sambil ngeloyor: yeeee, tahu bukan bau.. udah ah, capek!

Suatu kali lagi dinner.
Matheo: maman, mau pipis
Mama: terus
Matheo: temenin
Mama: halah, pipis aja minta temenin.
Matheo: parce'que tu es ma maman. Tu dois me suivre partout (soalnya kamu ibuku, jadi musti ngikutin kemana saja)
Mama: si c'est comme ça, je demissione (kalau gitu, aku pensiun saja)
Matheo: (sambil teriak) Ohhh. il faut pas!! (nggak bisa begitu) (setelah itu, mukanya mengendur) mais, c'est qoui demissione?
Mama ketawa. kena dikerjainnn * huhuiii *

anak narsis (well, this is a prove that he is really my son . lol)

Matheo sedang tertarik belajar bahasa Indonesia. Hanya saja kosakata yg dipilih kok ya, agak ajaib.. sehingga membentuk gambar bertuliskan seperti ini:

Saturday, June 22, 2013

Bolehkah Aku Mengenggamnya?

Aku sudah lupa penuhnya metro di kota Paris. Sengatan berbagai bau tubuh manusia. Dengungan suara dalam berbagai bahasa. Setiap detailnya terasa baru. Padahal aku sudah 10 tahun menjadi penghuni sini. Dulu metro bagian dari keseharianku: Metro - Boulot - Dodo. (metro-kerja-tidur)

Semuanya berhenti setengah tahun lalu, saat aku menjadi lumpuh. Jiwa dan Raga. Bidadari kecilku pergi memilih Ilahi dibandingkan Ibunya. Penyakit yang belum bisa disembuhkan. Kuasa apa aku?

Namun hari ini cerah. Tekadku bulat, sudah terlalu lama mendekam di rumah. Semalam anaku berbisik dalam buai mimpi "Bangunlah Mama. Aku tidak bisa menjadi bintang karena melihatmu berduka". Dan ku kenakan rok terbaikku. Warna hitam berganti jingga. Sejingga sinar matahari musim panas.

Tapi warna hatiku kemudian berkhianat. Jingga berubah menjadi unggu, lalu abu-abu, dan kembali menghitam. Tatap mata anak perempuan di hadapanku pemicunya. Rambutnya yang keriting, matanya yang biru dan hidung peseknya. Anak campuran. Mirip sekali anakku. Demi Tuhan!

Tanganku terjulur. Dia membalas dan tersenyum. Orang tuanya juga. Sesaat kemudian metro berhenti. Orang tuanya bergerak hendak turun. Tanpa ku kehendaki tanganku semakin keras mengenggam jari mungilnya. Orang tuanya protes. Dia menjerit. Gerbong menjadi riuh. Aku tak peduli.

Aku terus mengenggamnya.

Ijinkan 10 menit lagi saja.

Tolong....

Random Stories About Matheo 5-6 yo

Sebentar lagi anak semata wayang saya akan berulang tahun ke 6 tahun. Setahun ini, banyak hal yang bisa dicatatkan. Dia bertambah besar, bertambah pintar dan bertambah narsis.

Di sekolah tahun terakhir Taman Kanak-Kanak, pelajarannya mulai merambat ke hal serius seperti matematika, membaca dan menulis. Di rumah, dia juga belajar hal yang mendasar, semakin kompleks, meskipun sebagian besar merupakan kelanjutan dari perkembangan tahun sebelumnya.

Belajar jenis seks. Dicatatkan beberapa komentar dan pertanyaan.
* Mama, lihat zizi (titit, red) ku, dia kecil tapi tajam dan tegak sekali loh - saat sedang pipis pagi-pagi.
* Anak perempuan itu robekan pantatnya sampai depan ya? aku lihat cle (sepupunya ketika mandi bareng), anak perempuan punya pantat empat.
* Papa, punya besar ya, nanti aku bakal seperti itu ya? -setelah dia berhasil mengintip diam-diam ketika papanya ganti baju.
* Perempuan, punya benjolan lebih besar daripada anak laki -komentar tentang nipple.

Bermain game, belajar menerima kekalahan (Yang sampai saat ini masih belum berhasil).Dia selalu mau menang, sehingga agar selalu menang, dia merubah semua aturan permainan.
Misalnya:  Permainan kartu, dia menciptakan peraturan, yang punya kartu merah, yang kalah. Lalu, dia membagi kartu menjadi dua, miliknya yang merah, disingkirkan. Ular tangga, bila dia turun yang paling jauh, maka dia akan langsung berhenti. Suatu kali, dia nyaris kalah, sambil menangis, dia minta dikasih dua dadu. Awalnya saya pikir bahwa dia akan menganti dadu yang dia punya karena peruntungannya kurang baik, tapi ternyata dia memakai kedua dadu untuk menghasilkan jumlah yang lebih banyak. (Lumayan ya, biar lagi krisis, masih bisa mikir juga haha)

Tahap Pourqoui dan bertanyanya semakin merumit. Kesukaan Matheo adalah bertanya yang berbau filosofi. Hal ini mungkin dipancing oleh kondisi meninggalnya bapak saya dan papa suami saya sempat opname di rumah sakit selama beberapa bulan.
* Orang sakit bisa sembuh. Apakah orang mati juga bisa sembuh?
* Mama kenapa kamu ke Indonesia sendiri? -Karena papi Jakarta, tidak ada lagi. Il n'existe plus- Oh, seperti Dinosaurus?
* Apakah Papi setelah dia tidak ada, akan menjadi bayi? Karena bayi lalu jadi anak, anak jadi remaja, lalu papa, dan kemudian jadi papi.
* Bila nanti kamu kerja, apakah kamu akan kerja di perusahaan untuk anak perempuan? - Tidak, kantor itu campuran - Kalau begitu, apakah suami bisa sekantor dengan istri - Sudahlah Matheo, pertanyaanmu HRD banget.
* Bagaimana aku tahu bahwa seseorang adalah istriku? Apakah tiba-tiba ada seorang perempuan mengetuk pintu rumah dan berkata 'halo, aku adalah istrimu'?
* Apakah nanti kalau sudah besar, aku akan menjadi papa? Dan apakah saat menjadi papa, aku akan tinggal di rumah ini?

Belajar menawar sekalian mengerti tentang nilai angka dan waktu.
* Mama, aku jangan ditaruh di penitipan. Aku diajak kemana saja kamu pergi ya.. bawain saja tablete, selebihnya aku akan jadi anak manis.
* Berapa ini harganya? - 6 euros- 8 euros saja ya?  (belajar nawar salah kaprah)
* Papa, ayolah kita tinggal di rumah Chate lebih lama lagi. Aku masih mau main di sini. - Berapa lama lagi? - Satu detik. (penawaran tak berguna)

Belajar menjadi penengah dari suatu konflik. Saat kedua orang tua sudah mulai meningkat tinggi suaranya, (padahal kami sih nggak pernah berantem hebat), dia langsung teriak-teriak imut: wah wah bakal ada pertempuran.. c'est la bataille. c'est la bataille.
Pernah suatu kali papa dan mama sedang ngobrol tetapi dengan nada tinggi. Situasi sedang agak panas.
Mama: Ini kita musti gimana selanjutnya?
Papa: Kita musti gini gitu. Kan tadi sudah kubilang.
Mama: Ya sudah, bilang saja lagi
Papa: Kamu itu, nggak pernah dengerin suami ngomong sih!
Mama mulai melotot. Tiba-tiba Matheo mendekat ke arah mamanya, lalu mengambil sejumput rambut di samping kuping sambil berkata..
Matheo: Papa, lihat. Rambut Mama panjang, jadi menutupi kuping, makanya wajar kalau dia sering tidak dengar dengan jelas perkataan kamu.
:-D

Belajar mengenali berbagai macam hal tak lazim. (yang ini sering bikin malu)
* Mama, lihat! Dia itu laki atau perempuan? Kok pakai anting (di dalam metro, sambil nunjuk-nunjuk seorang pria yang pakai anting. penampilannya punk)
* Mama, lihat! Kenapa dia masih di babystroller/poussette? Padahal dia bukan bayi (di stasiun kereta, sambil menunjuk-nunjuk seorang cacat di atas kursi roda)

Belajar narsis.(well, sepertinya yang ini sudah dari sononya. Dia nggak perlu belajar haha)
* Aku anak  yang selalu baik. Tidak nakal
* Apa bahasa Indonesianya Mignon? Fort? Beau?. Kemudian dia menyusun kalimat dalam bahasa Indonesia: MATHEO IMUT GANTENG JAGOAN.


Saturday, March 2, 2013

Selamat Jalan, Bapak

Akhirnya, sebulan yang lalu, saya merasakan satu efek negatif tinggal jauh dari kampung halaman. Berbeda benua. Dipisahkan samudera. Jarak.

Jarak membuat saya limbung. Meraung-raung setelah mendengar perginya bapak. Saya meruntuk, mengapa saya tinggal sejauh ini dari rumahnya? Dari rumah bapak saya dan istrinya. Saya sudah pernah menangis, waktu ibu saya juga pergi ke dunia lain. Waktu itu saya meraung, tetapi ini beda. Saya tidak bisa melihat jasad bapak. Senyum kaku mayatnya. Tunggu dulu. Saya bahkan tidak tahu apakah dia tersenyum di akhir masa hidupnya? Apakah dia sempat menderita? Atau justru bahagia karena lepas dari penyakit asam urat yang membuat kakinya bengkak-bengkak dan cuma bisa terbujur saja? Sempat pulakah dia memberikan pidato terakhir seperti kebanyakan orang di ujung hayat? Atau dia tetap pelupa, dimakan penyakit pikun yang membuat dia tak kenal semua anak-anaknya?

Whatsap. Telepon. Kabar-kabar berseliweran di kedua benda itu. Tapi apa? Yang saya butuhkan keramaian atas kepergiaannya. Orang-orang yang menangis dan matanya bengkak. Seperti saya. Lagi-lagi, saya tak tahu harus bagaimana bersikap. Kesedihan itu ada. Terasa sangat dalam tetapi tak berwujud. Di sekitar saya, semua tampak biasa. Suami pulang kerja. Anak pulang sekolah. Rumah rapi. Semua damai. Sepi. Hanya saya yang ribut, seolah berusaha meraih sesuatu yang tidak berbentuk.

Untunglah, keesokan hari, saya pulang. Dan efek itu terasa lagi. Sampai di Jakarta, mayatnya sudah dikebumikan. Tapi saya lega. Makamnya masih basah oleh taburan bunga. Mata adik dan kakak, sama bengkaknya dengan saya.

Bapak. Selamat Jalan. Kamu bukan orang paling baik di dunia. Pun bukan orang hebat tanpa cela. Tapi diam-diam saya mencintaimu. Karena kita memang bukan jenis orang yang mengobral cinta dengan kata-kata. Terimakasih sudah menjadi bapak saya. Selamanya, kamu akan ada.